KitabTurats menjadi materi ajar dan kurikulum pada pesantren. surah al-Ankabut ayat 45, surah al- Baqarah ayat 145, yang memposisikan manusia sebagai hamba Allah SWT secara fitrah taat dan takwa kepadaNya. Dalam melaksanakan ibadah dan akhlak diperlukan figur yang baik untuk anak dari orang tua, keluarga, teman sejawat, masyarakat, dan
1 Memiliki rasa hormat dan menghargai kitab suci sebagai kitab yang memiliki kedudukan dia atas segala kitab yang lain. 2. Berusaha menjaga kesucian kitab suci dan membelanya apabila ada pihak lain yang meremehkannya. 3. Meningkatkan keimanan kepada Allah yang telah mengutus para Rasul untuk menyampaikan risalahnya.
Kedudukankitab kitab Allah dalam hubungannya manusia dengan dirinya adalah. Question from @AhmadRiski300 - Sekolah Menengah Atas - B. arab
Daftarkitab Allah SWT beserta Rasul penerima wahyunya : 1. Kitab Taurat diturunkan kepada Nabi Musa AS berbahasa Ibrani Kitab Taurat atau Torah dalam bahasa Ibrani adalah lima kitab pertama Tanakh atau Alkitab Perjanjian Lama. Kitab Taurat dalam bahasa Yunani disebut Pentateukh. Kedudukan terjemahan dan tafsir yang dihasilkan tidak sama
Karenakedudukan dan perannya yang sangat penting itu, maka setiap orang beriman perlu memahami Kitab Suci secara benar. Maka dari itu kitab-kitab itu, yang diilhami oleh Allah, tetap mempunyai nilai abadi: "Sebab apapun yang tertulis, ditulis untuk menjadi pelajaran bagi kita, supaya kita karena kesabaran dan penghiburan Kitab Suci
surat at taubah ayat 128 129 latin dan artinya. - Kitab-kitab Allah yang diturunkan kepada Rasul-Nya berjumlah 4 buah, yaitu Zabur Nabi Dawud, Taurat Nabi Musa, Injil Nabi Isa, dan Al-Quran Nabi Muhammad. Adanya 4 kitab suci tersebut perlu untuk diyakini karena merupakan petunjuk langsung dari Allah SWT. Meyakini adanya kitab-kitab Allah termasuk salah satu dari rukun kepada Allah swt merupakan suatu asas dan pokok yang wajib dilaksanakan oleh setiap umat Islam. Dengan mengamalkannya, maka kita akan percaya bahwa Dia merupakan satu-satunya pencipta, pengatur segala sesuatu, serta pemberi segalanya di dunia bahasa, kata “iman” sendiri mempunyai kata dasar amana yu'minu-imanan, yang berarti “percaya” atau “membenarkan”. Sementara menurut istilah, iman adalah kepercayaan yang diyakini kebenarannya dalam hati, diucapkan dengan lisan, dan diamalkan dengan kepada kitab-kitab Allah swt merupakan rukun iman yang ketiga, yang memiliki makna percaya dan meyakini bahwa Allah swt mempunyai kitab yang telah diturunkan kepada para rasul-Nya agar menjadi pedoman hidup bagi beriman kepada kitab-kitab Allah swt adalah fardhu’ain yakni kewajiban atau sesuatu yang punya hukum wajib bagi setiap orang yang beragama kepada kitab-kitab Allah swt menjadi landasan bagi agama kita. Karena, dengan mengimani kitab-kitab Allah, selain percaya akan keagungannya, kita juga percaya atas semua perintah, larangan, serta ajarannya yang diturunkan kepada nabi-nabinya. 6 Kitab Allah dalam Agama Islam Di dalam ajaran Islam, rukun iman itu berjumlah 6, daftarnya adalah sebagai berikut Iman kepada Allah Iman kepada Malaikat Iman kepada kitab-kitab Allah Iman kepada Nabi dan Rasul Iman kepada hari akhir Iman kepada Qadha dan Qadar Melihat daftar deretan di atas, maka keberadaan kitab-kitab yang berasal dari Allah SWT beserta pada penerimanya Nabi sangat penting untuk diyakini bagi umat Islam. Menurut keterangan yang bersumber dari artikel dengan judul "Iman kepada Para Rasul dan Kitab Suci" yang dikutip dari laman NU Oniline oleh KH A Nuril Huda, dijelaskan bahwa Allah menurunkan wahyu yang berupa petunjuk suci kepada para utusannya, dalam hal ini adalah para Nabi. Kemudian, petunjuk tersebut dihimpun menjadi sebuah kitab Allah. Ajarannya adalah mengenai kandungan tentang perintah dan larangan, janji baik dan buruk, nasehat, petunjuk dalam kehidupan, serta tata cara dalam beribadah. Berbicara mengenai kitab-kitab tersebut, dalam Al-Quran surah Al-Baqarah ayat 285 Allah SWT telah berfirman آمَنَ الرَّسُولُ بِمَا أُنْزِلَ إِلَيْهِ مِنْ رَبِّهِ وَالْمُؤْمِنُونَ ۚ كُلٌّ آمَنَ بِاللَّهِ وَمَلَائِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ لَا نُفَرِّقُ بَيْنَ أَحَدٍ مِنْ رُسُلِهِ ۚ وَقَالُوا سَمِعْنَا وَأَطَعْنَا ۖ غُفْرَانَكَ رَبَّنَا وَإِلَيْكَ الْمَصِيرُ Artinya "Rasul telah beriman kepada Al Quran yang diturunkan kepadanya dari Tuhannya, demikian pula orang-orang yang beriman. Semuanya beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya dan rasul-rasul-Nya. Mereka mengatakan "Kami tidak membeda-bedakan antara seseorang pun dengan yang lain dari rasul-rasul-Nya", dan mereka mengatakan "Kami dengar dan kami taat". Mereka berdoa "Ampunilah kami ya Tuhan kami dan kepada Engkaulah tempat kembali"."Sejarah Kitab-Kitab Allah & Rasul Penerima 1. ZaburKitab zabur diwahyukan kepada Nabi Daud AS untuk para umatnya, yaitu bangsa Bani Israil. Mengutip buku Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti yang diterbitkan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia pada 2014, zabur diturunkan pada abad 10 SM sebelum Masehi di Yerusalem. Isinya menggunakan bahasa Qibti. Di dalam kitab zabur terdapat doa, zikir, nasehat, dan hikmah. Namun, tidak ada ajaran hukum syariat lantaran umat tersebut masih mengikuti ajaran yang diperintahkan oleh Nabi Musa. Mengenai adanya kitab Zabur, kita dapat mengetahuinya melalui Al-Quran surah An-Nisa ayat 163 yang berbunyi ۞ إِنَّا أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ كَمَا أَوْحَيْنَا إِلَىٰ نُوحٍ وَالنَّبِيِّينَ مِنْ بَعْدِهِ ۚ وَأَوْحَيْنَا إِلَىٰ إِبْرَاهِيمَ وَإِسْمَاعِيلَ وَإِسْحَاقَ وَيَعْقُوبَ وَالْأَسْبَاطِ وَعِيسَىٰ وَأَيُّوبَ وَيُونُسَ وَهَارُونَ وَسُلَيْمَانَ ۚ وَآتَيْنَا دَاوُودَ زَبُورًا Artinya "Sesungguhnya Kami telah memberikan wahyu kepadamu sebagaimana Kami telah memberikan wahyu kepada Nuh dan nabi-nabi yang kemudiannya, dan Kami telah memberikan wahyu pula kepada Ibrahim, Isma'il, Ishak, Ya'qub dan anak cucunya, Isa, Ayyub, Yunus, Harun dan Sulaiman. Dan Kami berikan Zabur kepada Daud". 2. TauratKitab Taurat diturunkan Allah SWT kepada Nabi Musa AS sekitar abad 12 SM. Kala itu, Nabi Musa menyampaikan ajaran yang terkandung di dalam kitab Taurat kepada bangsa Bani Israil. Isi kitab tersebut menggunakan bahasa Ibrani. Di dalamnya terdapat beberapa hukum-hukum syariat dan sistem kepercayaan yang dapat dibenarkan. Al-Quran surah Ali 'Imran ayat 3 menjelaskan tentang firman Allah yang menyatakan adanya Taurat. Yaitu dengan bunyi"Dia menurunkan Al Kitab Al Quran kepadamu dengan sebenarnya; membenarkan kitab yang telah diturunkan sebelumnya dan menurunkan Taurat dan Injil". 3. InjilKitab Injil diwahyukan Allah SWT untuk Nabi Isa AS pada awal abad 1 M. Injil diturunkan di Yerusalem dan ditulis melalui bahasa Suryani. Kitab ketiga ini menjadi pegangan bagi kaum Nasrani. Kandungan adalah mengenai perintah untuk percaya kepada Allah SWT serta menghapus beberapa hukum yang ada di kitab Taurat karena tidak sesuai dengan zaman ketika itu. Di dalam Al-Quran surah Maryam ayat 30, Allah SWT berfirman قَالَ إِنِّي عَبْدُ اللَّهِ آتَانِيَ الْكِتَابَ وَجَعَلَنِي نَبِيًّا Artinya "Berkata Isa "Sesungguhnya aku ini hamba Allah, Dia memberiku Al Kitab Injil dan Dia menjadikan aku seorang nabi".4. Al-QuranDan yang terakhir dari daftar kitab Allah SWT adalah Al-Quran. Kitab tersebut diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW pada abad ke-7 M atau tahun 611-632 M. Nabi Muhammad SAW merupakan nabi sekaligus rasul yang terakhir. Maka, tidak ada lagi nabi dan rasul setelahnya sekaligus tidak ada lagi kitab Allah berikutnya. Di dalam Al-Quran, terdapat isi yang menghapuskan beberapa ajaran kitab Taurat, Zabur, dan Injil lantaran tidak sesuai dengan zaman. Dengan kata lain, Al-Quran juga bisa disebut sebagai penyempurna dan pembenar bagi kitab-kitab Allah yang sudah ada sebelumnya. Melalui surah Al-Baqarah ayat 185, Allah SWT berfirman شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ هُدًى لِلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ الْهُدَىٰ وَالْفُرْقَانِ Artinya "Di bulan Ramadhan, di dalamnya diturunkan permulaan Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda antara yang hak dan yang bathil.....". Selain itu, dalam surah Surat Ali Imran ayat 3 juga menyebutkan bahwa"Dia menurunkan Al Kitab Al Quran kepadamu dengan sebenarnya; membenarkan kitab yang telah diturunkan sebelumnya dan menurunkan Taurat dan Injil".Baca juga Makna Mencintai Al-Quran Sebagai Pedoman Hidup Manusia Tips Cara Mengajari Anak Membaca Al-Quran Bagi Orang Tua & Pengajar - Pendidikan Kontributor Beni JoPenulis Beni JoEditor Dhita KoesnoPenyelaras Ibnu Azis & Yulaika Ramadhani
Hello Sobat Ilyas, selamat datang di artikel yang akan membahas tentang kedudukan beriman kepada kitab-kitab Allah. Sebagai umat muslim, kitab-kitab Allah menjadi landasan utama dalam menjalankan kehidupan sehari-hari. Namun, apakah kita benar-benar memahami kedudukan dan pentingnya beriman kepada kitab-kitab Allah? Mari kita bahas lebih lanjut. Kedudukan Kitab-kitab Allah dalam Islam Kitab-kitab Allah merupakan wahyu dari Allah SWT yang diberikan kepada para nabi dan rasul sebagai pedoman bagi umat manusia. Kitab-kitab ini memiliki kedudukan yang sangat penting dalam Islam karena merupakan sumber ajaran dan hukum yang harus diikuti oleh setiap muslim. Selain itu, kitab-kitab Allah juga menjadi sumber inspirasi dan motivasi bagi umat muslim untuk menjalankan kehidupan yang lebih baik. Pentingnya Beriman kepada Kitab-kitab Allah Beriman kepada kitab-kitab Allah merupakan salah satu rukun iman yang harus dipercayai oleh setiap muslim. Tanpa adanya kepercayaan kepada kitab-kitab Allah, maka keimanan seseorang tidak akan lengkap. Selain itu, beriman kepada kitab-kitab Allah juga menjadi salah satu syarat untuk mendapatkan ridha Allah SWT dan memperoleh kebahagiaan di dunia dan akhirat. Kitab-kitab Allah yang Wajib Dipercayai Dalam Islam, terdapat empat kitab suci yang diakui sebagai wahyu Allah SWT, yaitu Al-Qur’an, Injil, Taurat, dan Zabur. Setiap muslim wajib mempercayai kebenaran dari keempat kitab suci tersebut sebagai pedoman hidup yang harus diikuti. Namun, sebagai umat muslim, Al-Qur’an merupakan kitab suci yang paling utama dan menjadi sumber ajaran yang paling sempurna. Al-Qur’an sebagai Kitab Suci Utama dalam Islam Al-Qur’an merupakan kitab suci yang diwahyukan oleh Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW melalui perantaraan malaikat Jibril. Al-Qur’an menjadi kitab suci utama dalam Islam karena di dalamnya terdapat ajaran-ajaran yang lengkap dan sempurna untuk menjalankan kehidupan sebagai seorang muslim. Al-Qur’an juga menjadi pedoman hidup bagi umat muslim untuk menjalankan ibadah dan menuntun kehidupan mereka dalam kebenaran dan keadilan. Belajar dan Memahami Kitab-kitab Allah Sebagai umat muslim, belajar dan memahami kitab-kitab Allah merupakan salah satu kewajiban yang harus dilakukan untuk memperdalam keimanan dan keislaman kita. Dalam mempelajari kitab-kitab Allah, kita dapat mengetahui ajaran-ajaran yang terkandung di dalamnya dan mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu, dengan memahami kitab-kitab Allah, kita juga dapat meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT serta memperoleh kebahagiaan di dunia dan akhirat. Menerapkan Ajaran Kitab-kitab Allah dalam Kehidupan Mempercayai kebenaran dari kitab-kitab Allah saja tidak cukup. Sebagai umat muslim, kita juga harus menerapkan ajaran yang terkandung di dalamnya dalam kehidupan sehari-hari. Dengan menerapkan ajaran kitab-kitab Allah, kita dapat menjalani kehidupan yang lebih baik dan lebih bermakna serta mendapatkan kebahagiaan di dunia dan akhirat. Menjaga Keaslian Kitab-kitab Allah Kitab-kitab Allah merupakan wahyu dari Allah SWT yang suci dan murni. Oleh karena itu, kita sebagai umat muslim harus menjaga keaslian dari kitab-kitab Allah tersebut. Salah satu cara untuk menjaga keaslian kitab-kitab Allah adalah dengan tidak merubah atau menambahkan ajaran-ajaran yang terkandung di dalamnya. Selain itu, kita juga harus menghindari perbuatan-perbuatan yang bertentangan dengan ajaran kitab-kitab Allah. Kesimpulan Beriman kepada kitab-kitab Allah merupakan kewajiban yang harus dipenuhi oleh setiap muslim. Kitab-kitab Allah memiliki kedudukan yang sangat penting dalam Islam karena menjadi sumber ajaran dan hukum yang harus diikuti. Al-Qur’an menjadi kitab suci utama dalam Islam karena di dalamnya terdapat ajaran-ajaran yang lengkap dan sempurna. Sebagai umat muslim, kita harus belajar dan memahami kitab-kitab Allah serta menerapkan ajaran yang terkandung di dalamnya dalam kehidupan sehari-hari. Terakhir, kita juga harus menjaga keaslian dari kitab-kitab Allah tersebut. Sampai Jumpa Kembali di Artikel Menarik Lainnya
Tafsir QS al-Maidah [5] 48 وَأَنْزَلْنَا إِلَيْكَ الْكِتَابَ بِالْحَقِّ مُصَدِّقًا لِمَا بَيْنَ يَدَيْهِ مِنَ الْكِتَابِ وَمُهَيْمِنًا عَلَيْهِ فَاحْكُمْ بَيْنَهُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللهُ وَلاَ تَتَّبِعْ أَهْوَاءَهُمْ عَمَّا جَاءَكَ مِنَ الْحَقِّ لِكُلٍّ جَعَلْنَا مِنْكُمْ شِرْعَةً وَمِنْهَاجًا وَلَوْ شَاءَ اللهُ لَجَعَلَكُمْ أُمَّةً وَاحِدَةً وَلَكِنْ لِيَبْلُوَكُمْ فِي مَا ءَاتَاكُمْ فَاسْتَبِقُوا الْخَيْرَاتِ إِلَى اللهِ مَرْجِعُكُمْ جَمِيعًا فَيُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ فِيهِ تَخْتَلِفُونَ Kami telah menurunkan kepadamu al-Quran dengan membawa kebenaran; pembenar sekaligus batu ujian atas kitab-kitab yang lain itu. Karena itu, hukumilah mereka dengan wahyu yang Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu. Untuk tiap-tiap umat di antara kalian, Kami telah memberikan aturan dan jalan yang terang. Sekiranya Allah menghendaki, niscaya Kami Dia menjadikan kalian satu umat saja. Namun, Allah hendak menguji kalian atas pemberian-Nya kepada kalian. Karena itu, berlomba-lombalah kalian dalam berbuat kebajikan. Hanya kepada Allahlah kalian semuanya kembali, lalu Dia memberitahu kalian atas apa yang telah kalain perselisihkan itu. QS al-Maidah [5] 48. Tema ayat ini masih terkait erat dengan ayat-ayat sebelumnya. Dalam ayat sebelumnya diberitakan, Allah Swt. telah menurunkan Taurat yang berisi hudâ wa nûr. Dengan kitab itulah nabi-nabi, orang-orang alim, dan pendeta-pendeta dari Bani Israil memutuskan perkara kaum Yahudi. ayat 45. Kemudian Allah Swt. menurunkan Injil kepada kepada Isa as. Selain berisi hudâ wa nûr wa mawizhah li al-muttaqîn, Injil juga membenarkan Taurat ayat 46. Seluruh pengikut Injil diperintahkan untuk berhukum padanya ayat 47. Selanjutnya dalam ayat ini, Allah Swt. telah menurunkan al-Quran kepada Nabi Muhammad saw. Sebagaimana umat-umat terdahulu yang diperintahkan berhukum dengan kitab-kitab nabi mereka, Rasulullah saw. beserta umatnya juga diperintahkan berhukum pada kitab yang diturunkan kepada Beliau Al-Quran. Tafsir Ayat Allah Swt. berfirman Wa anzalnâ ilayka al-Kitâb bi al-haqq Kami telah menurunkan kepadamu al-Quran dengan membawa kebenaran. Seruan ayat ini ditujukan kepada Nabi Muhammad saw. Oleh sebab itu, kata al-Kitâb bermakna al-Quran. Menurut al-Khazin dan al-Qasimi, ungkapan bi al-haqq memberikan pengertian bahwa di dalamnya berisi kebenaran dan tidak ada keraguan, berasal dari sisi Allah Selanjutnya dijelaskan dua fungsi al-Quran terhadap kitab-kitab sebelumnya. 1. Mushaddiq[an] limâ bayna yadayhi min al-Kitâb. Al-Quran membenarkan bahwa semua kitab yang dibawa nabi-nabi sebelumnya itu berasal dari Allah Swt. Dalam ayat ini digunakan dua kata al-kitâb marifah, yang ditandai dengan huruf al-alif dan al-lâm. Kendati begitu, keduanya berbeda makna. Kata al-kitâb yang pertama memberikan makna li al-ahd benda yang sudah diketahui sebelumnya, yakni al-Quran. Adapun yang kedua menunjukkan arti li al-jins untuk menyatakan jenis; cakupan maknanya meliputi semua jenis kitab yang Dengan demikian, al-Quran membenarkan semua kitab Allah yang diturunkan sebelumnya. 2. Muhaymin[an] alayh. Ada beberapa penafsiran tentang kata ini. Sebagian mufassir menafsirkannya dengan amîn[an] alayh. Artinya, semua informasi yang dikabarkan oleh kitab-kitab sebelumnya itu jika ada dalam al-Quran berarti mereka benar; jika tidak ada, berarti mereka Sebagian lainnya menafsirkannya dengan syahîd[an]4 atau raqîb[an] atas seluruh Artinya, al-Quran menjadi saksi atas kitab-kitab itu dengan benar dan kokoh. Menurut al-Qasimi, muhaymin tidak hanya bermakna syahîd, namun juga sebagai hâkim pemutus perkara.6 Demikian juga al-Jaziri. Menurutnya, muhaymin[an] itu berarti hâfizh[an] hâkim[an]. Karena menjadi penjaga dan hakim, maka kebenaran adalah apa yang dinyatakan benar oleh al-Quran dan kebatilan adalah apa yang dinyatakan batil Jika dicermati, berbagai penafsiran itu berdekatan maknanya. Penafsiran lebih jelas disampaikan oleh Syaikh Taqiyuddin al-Nabhani. Menurut al-Nabhani, muhaymin[an] berarti musaytir[an] wa musallith[an] menundukkan dan menguasai. Penguasaan al-Quran terhadap kitab-kitab sebelumnya adalah dengan me-nasakh membatalkan berlakunya syariah Penafsiran ini diperkukuh oleh frasa-frasa berikutnya yang menunjukkan mansûkh-nya syariah kitab-kitab sebelumnya. Allah Swt. berfirman fahkum baynahum bimâ anzala Allâh Hendaklah kamu menghukumi mereka menurut wahyu yang allah turunkan. Kata bimâ anzala Allâh tidak bisa dilepaskan dengan frasa sebelumnya, bahwa yang Allah turunkan kepada Rasulul-Nya adalah al-Kitab. Karena itu, para mufassir, seperti as-Syaukani, memaknai kata tersebut dengan bimâ anzala Allâh ilayka fî al-Qur’ân dengan apa yang diturunkan Allah kepadamu dalam al-Quran.9 Dhamîr hum dalam ayat ini pihak yang menjadi obyek penerapan hukum, apabila dikaitkan dengan sabab nuzûl dan ayat-ayat sebelumnya, merujuk kepada Yahudi atau Ahlul Kitab. Demikian pendapat beberapa mufassir, seperti ath-Thabari, Abu Hayyan al-Andalusi, al-Qinuji, al-Wahidi al-Naysaburi, al-Qasimi dan Dengan demikian, Allah memerintahkan kepada Rasulullah saw. untuk memutuskan perkara berdasarkan syariah yang diturunkan kepada Beliau. Pihak yang menjadi obyek hukumnya tidak terbatas kaum Muslim saja, namun juga kaum kafir. Ketentuan ini berarti mengukuhkan penafsiran kata muhaymin[an] alayh dengan makna nâsikh[an] alayh. Oleh karena al-Quran telah me-nasakh kitab-kitab sebelumnya, Rasulullah saw. pun diperintahkan untuk memutuskan perkara Ahlul Kitab dengan al-Quran. Perintah itu ditegaskan lagi dalam frasa berikutnya wa lâ tattabi’ ahwâ’ahum ammâ jâaka min al-haqq dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu. Kata al-hawâ, kendati bisa digunakan untuk sesuatu yang terkait dengan kebaikan, pada galibnya digunakan untuk sesuatu yang di dalamnya tidak ada dikaitkan dengan sabab nuzûl ayat ini, kata ahwâ’ahum di sini mengandung makna negatif. Adapun frasa ammâ jâ’aka min al-haqq, menurut Abu Hayyan al-Andalusi, adalah Larangan meninggalkan al-Quran dengan mengikuti hawa nafsu mereka ini merupakan penegasan terhadap perintah sebelumnya. Fungsi al-Quran yang me-nasakh kitab-kitab sebelumnya itu kembali ditegaskan dalam frasa berikutnya li kull[in] jaalnâ minkum syir’at[an] wa minhâja[an]. Pada asalnya kata asy-syirah atau asy-syarîah berarti jalan yang menghubungkan ke Kemudian kata ini dipergunakan untuk menyebut agama yang Allah Swt. syariatkan kepada Lalu kata minhâj pada asalnya berarti ath-tharîq al-bayyin al-wâdhih jalan terang lagi jelas.15 Jadi, kata minhâj dalam ayat ini berarti jalan terang dalam Kemudian, mudhâf ilayh kata kulli terbuang. Diperkirakan, kata yang terbuang itu adalah ummah sehingga dapat dimaknai likulli ummah kepada setiap umat. Khithâb kata minkum tertuju kepada tiga umat yang disebutkan dalam ayat ini, yakni umat Musa as., umat Isa as., dan umat Muhammad Mufassir lainnya berpendapat lebih luas. Menurut mereka, khithâb seruan ini ditujukan kepada seluruh Dengan demikian, frasa ini memberikan pengertian bahwa kepada tiap-tiap umat diberikan syariah dan minhâj sendiri-sendiri yang berbeda satu sama lainnya. Secara ringkas, Mahmud Hijazi menyimpulkan, syariah yang berlaku bagi umat Nabi Musa as. adalah Taurat, bagi umat Nabi Isa as. adalah Injil, dan bagi umat Nabi Muhammad saw. sejak Beliau diutus adalah al-Quran. Ketentuan itu terus berlaku hingga Hari Kiamat 19 Dengan penegasan ini, seharusnya kaum Yahudi dan Nasrani yang hidup sesudah diutusnya Rasulullah saw. segera meninggalkan agamanya dan mengikuti Islam. Sebab, inilah syariah yang berlaku bagi seluruh manusia tanpa kecuali. Patut dicatat, perbedaan di antara umat itu hanya dalam masalah hukum, tidak menyentuh aspek akidah. Keimanan kepada Allah, para malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, Hari Akhir dan semua yang dibawa para rasul dari Allah Swt. pada semua umat tidak Mengutip ungkapan Qatadah, Ad-Dîn wâhid wa asy-syarâ’i’ mukhtalifah Agama itu satu, syariahnya berbeda-beda.21 Allah Swt. berfirman Walaw syâ’a Allâh lajaalakum ummat[an] wâhidah Sekiranya Allah menghendaki, niscaya Dia menjadikan kalian satu umat saja. Menurut az-Zamakhsyari, ar-Razi, dan al-Khazin, yang dimaksud ummah di sini adalah jamaah yang sama atas dasar satu syariah, menjadi satu umat, atau memiliki satu agama yang tidak ada perbedaan di Frasa ini menandaskan, jika tiap-tiap umat diberikan syariah yang berbeda, memang demikianlah kehendak Allah Swt. Mengapa Allah Swt. berkehendak demikian? Pertanyaan ini dijawab oleh frasa berikutnya walâkin liyabluwakum fî mâ âtâkum Namun, Allah hendak menguji kalian atas pemberian-Nya kepada kalian. Al-Baidhawi menuturkan, “Apakah terhadap hukum syariah berbeda-beda, yang sesuai dengan zamannya masing-masing itu, mereka masih mau mengerjakannya, tunduk padanya, dan meyakini perbedaan itu sebagai konsekuensi hikmah Ilahiah? Ataukah mereka menyimpang dari kebenaran dan tidak mau mengamalkannya.”23 Oleh karena ketaatannya yang diuji, sudah semestinya manusia bersegera untuk membuktikan ketaatan itu dengan mengerja-kan amal salih. Allah Swt. berfirman Fastabiqû al-khairât Karena itu, berlomba-lombalah berbuat kebajikan, yakni dengan bersegara mengerjakan perintah Allah Swt. dan meninggalkan larangan-Nya. Ayat ini ditutup dengan firman-Nya Ilâ Allâh marjiukum jamî’a fayunabbi’ukum bimâ kuntum fîhi takhtalifûn Hanya kepada Allahlah kalian semua kembali, lalu Dia memberitahu kalian apa yang telah kalian perselisihkan itu. Kalimat ini memberikan penegasan akan perintah sebelumnya, bahwa tidak ada pilihan bagi manusia kecuali menaati hukum-hukum-Nya karena seluruh manusia akan dikembalikan kepada-Nya. Bukan Dalil bagi Pluralisme Potongan ayat ini Li kull[in] jaalnâ minkum syir’at[an] wa minhâja[an] kerap dipakai kaum Liberal untuk melegitamasi ide pluralisme agama; bahwa tiap-tiap umat beragama telah diberikan syariah masing-masing sehingga mereka pun absah mengamalkan syariahnya sendiri-sendiri. Oleh karena itu, kata mereka, tidak ada kewajiban untuk meninggalkan agama mereka dan mengikuti Islam. Karena kedudukan agama-agama itu sejajar, kata mereka pula, tidak boleh ada syariah dari agama itu yang diadopsi negara dan dipaksakan terhadap pemeluk agama lainnya. Dengan ayat ini, mereka menentang tuntutan penerapan syariah Islam dalam kehidupan bernegara. Tidak jarang, anggapan itu mereka kukuhkan dengan Piagam Madinah yang mengakui keberadaan komunitas Yahudi. Upaya legitimasi kaum Liberal itu jelas salah. Telaah terhadap ayat ini secara jujur dan obyektif—sebagaimana dipaparkan di atas—justru menunjukkan pertentangannya dengan pluralisme agama. Karena itu, tidak ada pilihan lain bagi manusia yang hidup setelah diutusnya Rasulullah saw. kecuali mengikuti syariahnya syariah Islam. Jika ada seseorang masih bersikukuh mengikuti agama nabi-nabi sebelumnya, berarti dia mengerjakan syariah agama yang oleh Pembuatnya sendiri dinyatakan telah tak berlaku. Pengakuan akan ketaatannya kepada Allah Swt. pun patut ditolak. Sebab, di-nasakh-nya suatu agama yang dibawa seorang rasul dengan agama baru yang dibawa rasul berikutnya, sebagian atau keseluruhan, adalah untuk menguji ketaatan manusia kepada Allah Swt. Orang seperti itu juga mengingkari utusan, risalah, dan Kitab-Nya. Mereka diancam dengan neraka Jahanam lihat QS al-Maidah [5] 85. Dengan demikian, ayat ini jelas bertentangan dengan pluralisme agama yang membenarkan semua pandangan, aliran, paham, atau agama dan menganggap absah mengikuti agama apa pun. Lagipula, kewajiban menerapkan syariah Islam dalam kehidupan tidak hanya diberlakukan atas kaum Muslim, namun juga kaum kafir. Perintah kepada Rasulullah saw. dan umatnya untuk memutuskan perkara Ahlul Kitab dan tidak boleh mengikuti hawa nafsu mereka merupakan dalil yang amat jelas akan kewajiban tersebut. Kewajiban ini tentu bertentangan dengan ide pluralisme agama yang menyejajarkan posisi agama di hadapan negara. Memang benar, di dalam Piagam Madinah beberapa komunitas Yahudi diakui keberadaannya. Sebagaimana ditetapkan QS al-Baqarah ayat 256, mereka tidak dipaksa untuk masuk Islam. Mereka juga tidak dilarang beribadah sesuai dengan keyakinan mereka HR Ibnu Ubaid. Namun, dalam persoalan sosial-kemasyarakatan, mereka harus tunduk dan patuh pada hukum Islam. Inilah yang ditetapkan dalam salah satu klausul Piagam Madinah “Jika terjadi sesuatu ataupun perselisihan di antara orang-orang yang mengakui perjanjian ini, yang dikhawatirkan akan menimbulkan kerusakan, maka tempat kembalinya adalah Allah dan Muhammad saw.” Klausul itu jelas menunjukkan, hukum Islamlah yang wajib diberlakukan terhadap semua komunitas di Madinah itu, termasuk kaum Yahudi. Ketentuan inilah yang ditandaskan dalam ayat ini. Sebagai catatan akhir, ayat ini juga meniscayakan keberadaan negara. Sebab, bagaimana mungkin keseluruhan syariah itu bisa diterapkan, apalagi atas non-Muslim, jika tidak ada institusi negara yang menerapkannya? Wallâh alam bi ash-shawâb. [Rochmat S Labib] Catatan kaki 1 al-Khazin, Lubâb al-Ta’wîl wa fî Ma’ânî al-Tanzîl, vol. 2 Beirut Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 1995, 50; al-Qasimi, Mahâsin al-Ta’wîl, vol. 4 Beirut Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 1997, 156 2 al-Zamakhsyari, al-Kasysyâf, vol. 1 Beirut Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 1995, 627; al-Qinuji, Fath al-Bayân fî Maqâshîd al-Qur’ân, vol. 3 Qathar Dar Ihya’ al-Turats al-Islami, 1989, 446; al-Baydhawi, Anwâr al-Tanzîl wa Asrâr al-Ta’wîl, vol. 1 Beirut Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 1998, 269 3 Abu Hayyan al-Andalusi, Tafsîr al-Bahr al-Muhîth, vol. 3 Beirut Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 1993512; 4 Ibnu Katsir, Tafsîr al-Qur’ân al-Azhîm, vol. 2 Riyadh Dar Alam al-Kutub, 1997, 85 5 al-Zamakhsyari, al-Kasyâf, vol. 1, 627; al-Alusi, Rûh al-Ma’ânî, vol. 2, 513 6 al-Qasimi, Mahâsin al-Ta’wîl, vol. 4, 156 7 al-Jaziri, Aysar al-Tafâsîr, vol. 1 tt Nahr al-Khoir, 1993, 638 8 Taqiyuddin al-Nabhani, Mafâhîm Hizb al-Tahrîr tt Min Mantsûrât Hizb al-Tahrîr, 2001, 47. 9 Al-Syaukani, Fath al-Qadîr, vol. 2 Beirut Dar al-Fikr, 1983, 38. 10 al-Thabari, Jâmi’ al-Bayân, vol. 4 Beirut Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 1992, 613; Abu Hayyan al-Andalusi, Tafsîr al-Bahr al-Muhîth, vol. 3, 512; al-Qinuji, Fath al-Bayân, 446; al-Wahidi al-Naysaburi, al-Wasîth fî Tafsîr al-Qur’ân al-Majîd, vol. 2 Beirut Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 1994, 195; al-Qasimi, Mahâsin al-Ta’wîl, vol. 4, 156 11 Ibu Athiyyah al-Andalusi, al-Muharrar al-Wajîz, vol. 2 Beirut Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 1993, 202 17 Abu Hayyan al-Andalusi, Tafsîr al-Bahr al-Muhîth, vol. 3, 512 12 al-Samin al-Halbi, al-Durr al-Mashûn fî Ulûm al-Kitâb al-Maknûn, vol. 2 Beirut Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 1994, 539; al-Syawkani, Fath al-Qadîr, vol. 2 Beirut Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 1994, 60; al-Qinuji, Fath al-Bayân, vol. 3, 445; al-Baydhawi, Anwâr al-Tanzîl, vol. 1, 269 13 al-Syawkani, Fath al-Qadîr, vol. 2, 60; al-Qinuji, Fath al-Bayân, vol. 3, 445 14 al-Thabari, Jâmi’ al-Bayân, vol. 4 , 609 15 al-Qasimi, Mahâsin al-Ta’wîl, vol. 4, 156; al-Qinuji, Fath al-Bayân, vol. 3, 446; 16 al-Baghawi, Ma’âlim al-Tanzîl, vol. 2, 35 17 Abu Hayyan al-Andalusi, Tafsîr al-Bahr al-Muhîth, vol. 3, 513; al-Baydhawi, Anwâr al-Tanzîl, vol. 1, 269 18 Mahmud Hijazi, al-Tafsîr al-Wâdhih, vol. 1 Kairo Dar al-Tafsir, 1992, 522 19 al-Khazin, Lubâb al-Ta’wîl, 51; al-Samarqandi, Bahr al-Ulûm, vol. 1 Beirut Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 1993, 441 20 al-Suyuthi, al-Durr al-Mantsûr, vol. 2 Beirut Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 1990, 513 21 al-Zamakhsyari, al-Kasyâf, vol. 1, 627 al-Razi, al-Tafsîr al-Kabîr, vol. 12 , 12; al-Khazin, Lubâb al-Ta’wîl, 51 22 al-Baydhawi, Anwâr al-Tanzî wa Asrârl al-Ta’wîl, vol. 1, 269
1. Sebagai pedoman hidup yang mengatur hubungan antara manusia dengan tuhannya2. Sebagai pedoman hidup yang mengatur hubungan antara manusia dengan dirinya sendiri3. Sebagai pedoman hidup yang mengatur hubungan antara manusia dengan sesamanya4. Sebagai pedoman hidup yang mengatur hubungan antara manusia dengan lingkungannya
Bogor - Umat Islam harus mengimani bahwa sebelum Al-Qur’an terdapat kitab-kitab Allah SWT yang lebih dahulu menjadi petunjuk bagi umat di masanya. Mengimani kitab-kitab Allah SWT termasuk implementasi dari Rukun Iman ketiga. Selain mengimani, umat Islam juga perlu mengetahui tentang kitab-kitab Allah SWT. Pengetahuan umat Islam terhadap kitab terdahulu dapat memperkuat keimanan kita. Ada empat kitab Allah SWT yang disebutkan dalam Al-Qur’an. Keempat kitab tersebut antara lain Taurat, Zabur, Injil, dan Al-Qur’an. Kitab-kitab ini diterima oleh nabi dan rasul yang berbeda. Kisah Keberanian Nabi Dawud AS Taklukkan Jalut dengan Ketapel Bacaan Doa Qunut Nazilah Lengkap Arab, Latin dan Artinya Bacaan Doa di Bulan Safar Agar Terhindar dari Malapetaka 1. Kitab Taurat Kitab Taurat diturunkan kepada Nabi Musa alaihissalam AS di Bukit Sinai. Kitab yang berbahasa Ibrani ini menjadi pedoman sekaligus petunjuk bagi Bani Israil. Sebab, kala itu Nabi Musa diutus oleh Allah SWT untuk berdakwah kepada bangsa Bani Israil. Keterangan terkait kitab Taurat dapat kita ketahui dalam QS al-Isra ayat 2. وَاٰتَيْنَا مُوْسَى الْكِتٰبَ وَجَعَلْنٰهُ هُدًى لِّبَنِيْٓ اِسْرَاۤءِيْلَ اَلَّا تَتَّخِذُوْا مِنْ دُوْنِيْ وَكِيْلًاۗ. Artinya “Dan Kami berikan kepada Musa, Kitab Taurat dan Kami jadikannya petunjuk bagi Bani Israil dengan firman, Janganlah kamu mengambil pelindung selain Aku’.” Saksikan Video Pilihan IniAlquran Kuno Peninggalan Pasca-Perang Diponegoro Ditemukan di Pegunungan Cilacap2. Kitab ZaburBerikut beberapa manfaat membaca Al-Quran untuk dan rasul yang menerima kitab Zabur adalah Nabi Dawud AS. Kitab Zabur menjadi pedoman bagi kaum Bani Israil yang isinya puji-pujian kepada Allah SWT atas segala nikmat ilahiyah. Kitab Zabur diturunkan Allah SWT kepada Nabi Dawud AS pada abad 10 SM sebelum masehi di daerah Yerusalem. Bahasa yang digunakan dalam Zabur adalah Qibti. Terkait kitab Zabur, Allah SWT berfirman dalam QS al-Isra ayat 55 وَرَبُّكَ اَعْلَمُ بِمَنْ فِى السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضِۗ وَلَقَدْ فَضَّلْنَا بَعْضَ النَّبِيّٖنَ عَلٰى بَعْضٍ وَّاٰتَيْنَا دَاوٗدَ زَبُوْرًا. Artinya “Dan Tuhanmu lebih mengetahui siapa yang di langit dan di bumi. Dan sungguh, Kami telah memberikan kelebihan kepada sebagian nabi-nabi atas sebagian yang lain, dan Kami berikan Zabur kepada Dawud.”3. Kitab InjilIlustrasi Al-Qur'an sumber GR StocksKitab Allah SWT berikutnya adalah Injil. Kitab ini diturunkan oleh Allah SWT kepada Nabi Isa AS di daerah Yerusalem sekitar permulaan abad 1 M. Pada awal diturunkan, kitab Injil menggunakan bahasa Suryani. Kitab Injil berisi tentang ajaran hidup dengan zuhud, menjauhi kerusakan dan ketamakan dunia. Kitab ini menjadi pedoman bagi kaum Bani Israil di masa Nabi Isa AS. Kitab Injil yang diterima oleh Nabi Isa AS disebutkan dalam QS Maryam ayat 30. قَالَ اِنِّيْ عَبْدُ اللّٰهِ ۗاٰتٰنِيَ الْكِتٰبَ وَجَعَلَنِيْ نَبِيًّا ۙ Artinya “Dia Isa berkata, Sesungguhnya aku hamba Allah, Dia memberiku Kitab Injil dan Dia menjadikan aku seorang Nabi’.”4. Kitab Al-Qur’anIlustrasi Al-qur'an sumber PixabayKitab Allah SWT terakhir adalah kitab Al-Qur’an dengan bahasa yang digunakannya adalah Arab. Kitab ini diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW secara berangsur-angsur. Al-Qur’an menjadi penyempurna dari kitab-kitab Allah SWT terdahulu. Al-Qur’an juga menjadi pedoman bagi seluruh umat manusia hingga akhir zaman. Sebagai umat Islam kita mesti membaca Al-Qur’an. Kemudian mengkaji sekaligus mengambil pelajarannya. Adapun isi ajaran yang terkandung dalam Al-Qur’an antara lain tentang aqidah, akhlak, ibadah, muamalah, hingga tarikh atau sejarah.* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
kedudukan kitab kitab allah